Jumat, 02 Maret 2012

Catatan Seorang Milanista

Ini adalah suatu bentuk ungkapan kebanggaan saya sebagai seorang Milanista.





Tahun 1987, di saat gaung kebesaran Maradona masih begitu terasa menyusul kesuksesannya bersama timnas Argentina di Piala Dunia 1986, saya sempat membaca sebuah berita mengenai transfer pemain termahal dunia saat itu, yang dilakukan oleh sebuah klub sepakbola Italia yang bernama AC MILAN terhadap pesepakbola yang bernama Ruud Gullit, seorang pemain asal Belanda yang bahkan tidak berhasil meloloskan negaranya ke Piala Dunia 1986.

Entah kenapa, saat itu saya sama sekali tidak tertarik dengan pemberitaan tentang transfer ini...



……………………………………………………………………………………………………………………..



Dan akhirnya, semua berawal pada pertengahan tahun 1988. Saat itu, saya masih duduk di bangku SD dan masih belum begitu tertarik akan sepakbola.

Perhatian dunia tertuju pada perhelatan Piala Eropa (Euro ‘88) yang diselenggarakan di Jerman Barat (unifikasi antara Jerman Barat dan Jerman Timur menjadi satu negara Jerman, baru terjadi 2 tahun sesudahnya).





Turnamen inilah yang merubah hidup saya….

Dari sebuah media cetak pada saat itu, saya mendapat info tentang keikutsertaan timnas Belanda yang dimotori oleh Ruud Gullit dan beberapa pemain berkualitas lainnya. Saya teringat kembali akan berita tentang transfer pemain termahal dunia yang saya baca setahun sebelumnya. Akibatnya, saya penasaran dan ingin menonton untuk menyaksikan sebagaimana hebatkah penampilan seorang Pemain Termahal Dunia itu.



Setelah menyaksikan permainan memikat dari timnas Belanda selama Euro ’88 tersebut, yang akhirnya tampil sebagai juara, saya langsung menyukai sepakbola dan sekaligus menjadi pendukung tim Belanda sampai sekarang.







TETAPI, justru bukan Ruud Gullit yang menyita perhatian dan kekaguman saya selama turnamen itu berlangsung. Ada satu sosok pemain Der Oranje yang BENAR-BENAR membuat saya kagum, karena kepiawaiannya dalam urusan mencetak gol. Plus, ia adalah topskor pada turnamen tersebut.

Saya langsung mengidolai pemain tersebut saat itu juga, ………………………….sampai saat ini.







Pemain itu bernama Marcel “Marco” Van Basten.







Usai Euro ’88, saya segera mencari info mengenai Van Basten. Saya terkesima ketika menemukan data bahwa ia juga ternyata bermain di AC Milan !!!!!

Dan bersama-sama dengan Gullit, baru saja membawa Milan meraih scudetto di musim pertama mereka di klub tersebut.



Terbersit kesimpulan di benak saya :

Dua pemain hebat sekaliber Van Basten dan Gullit mau bermain di klub ini……….,

berarti klub ini adalah klub yang sangat ISTIMEWA…….!!!!!





Detik itu juga saya sudah menjadi seorang Milanista………………





Der Oranje membuat saya menyenangi sepakbola.

San Marco membuat saya mencintai Milan.





***************************************************************





AC Milan telah menjadi klub idola saya sejak pertama kali saya mengenal dan menyukai sepakbola. Dari detik pertama menjadi seorang Milanista hingga sekarang, saya sudah menyaksikan bagaimana megahnya Milan memuncaki Italia, menaklukkan Eropa dan menguasai dunia. Begitu juga kala Milan mengalami masa-masa kelam dan terpuruk.

Semuanya terjalin secara elegan, dan menghasilkan sebentuk kebanggaan abadi.



Tidak ada celah sama sekali bagi klub lain manapun untuk bisa menggantikan ataupun hanya untuk sekedar berbagi tempat dengan Milan di hati saya.





Bagi saya, Milan terlalu indah untuk digantikan ataupun diduakan.







MILAN NUMERO UNO……………!!!!!!!

SEJARAH AC MILAN "THE DREAM TEAM"

THE DREAM TEAM I



Silvio Berlusconi tak perlu berpikir panjang untuk membeli AC Milan pada 1986. Dia ambisius, dia memiliki banyak uang, dan dia gila sepak bola. Dia kemudian meretas jalan untuk mengantar Milan menuju tangga kesuksesan di Serie A Liga Italia dan di Piala Champions Eropa. Jalan yang akhirnya melahirkan julukan The Dream Team bagi Milan.



Langkah awal, Berlusconi mencoba membangun skuad solid di tubuh Milan. Pelatih Arrigo Sacchi direkrut untuk meracik strategi tim; duo Belanda didatangkan: Marco Van Basten dari Ajax Amsterdam dan Ruud Gullit dari PSV Eindhoven. Duo Belanda tersebut kemudian dipadukan oleh Sacchi dengan pemain-pemain lokal Italia: Giovanni Galli, Franco Baresi, Mauro Tasotti, Alessandro Costacurta, Paolo Maldini, Angelo Colombo, Carlo Ancelotti, Alberigo Evani, dan Roberto Donadoni.



Hasilnya, tanpa menunggu lama, Milan meraih gelar Serie A setahun berikutnya, yaitu pada musim 1987-1988. Milan meraih posisi puncak dengan meraih poin tertinggi 45, selisih 3 poin di atas peringkat dua, Napoli. (Saat itu, format Serie A terdiri 18 tim dan setiap kemenangan bernilai 2 poin saja).



Musim berikutnya, 1988-1989, Milan tidak mampu mempertahankan gelar Serie A nya meskipun mendapat tambahan satu lagi pemain baru asal Belanda, Frank Rijkaard, yang direkrut dari Real Zaragoza. Milan hanya mampu menduduki peringkat tiga dengan 46 poin, selisih 12 poin di bawah sang juara, Inter Milan, yang diperkuat trio Jerman: Lothar Matthaeus, Juergen Klinsmann, dan Andreas Brehme. Namun, di Piala Champions, Milan berhasil tampil maksimal sebagai juara dengan menghancurkan Steaua Bucharest yang diperkuat Gheorge Hagi, 4-0 tanpa balas. Gol dicetak oleh Gullit dan Van Basten, masing-masing dua gol.



Gelar Piala Champions kembali dipertahankan Milan di musim berikutnya, 1989-1990, setelah mengalahkan Benfica di partai final melalui gol tunggal Rijkaard. Gelar Piala Super Eropa dan Piala Toyota juga berhasil diraih dengan mengalahkan Barcelona 2-1 agregat dan Atletico Nacional 1-0. Namun, di Serie A, Milan kembali gagal menjadi juara setelah hanya menduduki peringkat dua dengan 49 poin, selisih 2 poin di bawah sang juara, Napoli, yang diperkuat Diego Armando Maradona dan Ciro Ferrara.



Musim 1990-1991, Milan kembali gagal menjuarai Serie A setelah lagi-lagi berada di peringkat dua dengan 46 poin, selisih 5 poin di bawah Sampdoria. Begitu juga dengan Piala Champions, Milan gagal mempertahankannya setelah kalah dari Marseille di perempat final dengan skor 1-4 agregat. Namun, Milan berhasil mempertahankan Piala Super Eropa dan Piala Toyota setelah mengalahkan Sampdoria 3-1 agregat dan Olimpia 3-0. Di musim ini juga, Milan menjual dua pemain emasnya, yaitu Angelo Colombo ke Bari dan kiper Giovanni Galli ke Napoli. Untuk mengganti kiper, Milan merekrut Sebastiano Rossi dari Cesena.



Musim ini menjadi akhir kejayaan bagi The Dream Team I.











THE DREAM TEAM II



Musim 1991-1992, Milan mengalami masa transisi. Pelatih Sacchi keluar karena “naik pangkat’ menangani timnas Italia; posisinya kemudian digantikan oleh Fabio Capello. Di musim ini juga turut bergabung gelandang muda berbakat, Demetrio Albertini, yang direkrut dari Padova. Hasilnya luar biasa, Milan kembali menjuarai Serie A dengan 56 poin, selisih 8 poin di atas peringkat dua, Juventus, yang diperkuat oleh Roberto Baggio.



Kesuksesan berlanjut ke musim 1992-1993.

Milan kembali memuncaki Serie A dengan meraih 50 poin, selisih 4 poin di atas peringkat dua, Inter Milan. Namun sayang, kesuksesan tersebut tidak berlanjut ke Piala Champions setelah Milan dikalahkan Marseille 0-1 di partai final, partai yang juga membuat Van Basten mendapatkan cedera parah di bagian engkelnya yang kemudian membuatnya pensiun selamanya dari sepak bola. Di musim ini, Milan juga banyak merekrut pemain baru: Jean-Pierre Papin dari Marseille, Zvonimir Boban dari Bari, Dejan Savicevic dari Red Star Belgrade, Stefano Eranio dari Genoa, dan Gianluigi Lentini dari Torino.



Musim selanjutnya, 1993-1994.

Milan kembali berbenah menyusul hengkangnya duo Belanda: Gullit ke Sampdoria dan Rijkaard ke Ajax Amsterdam, plus cedera parah yang diderita Van Basten dan pensiunnya Carlo Ancelotti, serta semakin tuanya umur beberapa pemain: Mauro Tasotti dan Roberto Donadoni. Pemain-pemain baru pun direkrut: Marcel Desailly dari Marseille, Brian Laudrup dari Fiorentina, Christian Panucci dari Genoa, dan Florin Radocioiu dari Brescia.



Hasilnya mantap, Milan meraih sukses ganda: menjuarai Serie A dan Piala Champions. Di Serie A, Milan memuncaki klasemen dengan 50 poin, selisih 3 poin di atas peringkat dua, Juventus. Di Piala Champions, Milan menghancurkan Barcelona yang diperkuat Josep "Pep" Guardiola, Hristo Stoitchkov, Romario dan Ronald Koeman, serta dilatih Johan Cruyff, 4-0 tanpa balas. Dua gol dicetak Danielle Massaro, dua gol lainnya dicetak oleh Savicevic dan Desailly. Di musim ini, Milan juga tampil di Piala Toyota menggantikan Marseille yang dihukum karena kasus suap, namun Milan kalah dari Sao Paolo 2-3.



Musim 1994-1995.

Milan gagal mempertahankan kesuksesannya. Gelar Serie A direbut Juventus yang diperkuat Fabrizio Ravanelli, Gianluca Vialli, Didier Deschamps, dan pemain muda Alessandro Del Piero. Di Piala Champions, Milan dikalahkan Ajax Amsterdam (yang dikapteni oleh mantan anggota The Dream Team I, Frank Rijkaard) di partai final 0-1 melalui gol tunggal Patrick Kluivert. Di Piala Toyota, Milan juga kalah 0-2 dari Velez Sarsfield (Argentina) yang diperkuat kiper tangguh Jose Luis Chilavert asal Paraguay. Gelar Piala Super Eropa menjadi gelar satu-satunya setelah Milan mengalahkan Arsenal 4-1 agregat.



Musim ini menjadi akhir kejayaan dari The Dream Team II.











THE DREAM TEAM III



Selama 1995 hingga 2001, Milan membeli beberapa pemain bintang untuk memperkuat skuad. Ada yang berhasil; ada yang gagal. Mereka yang berhasil di antaranya Roberto Baggio dan George Weah yang berhasil membawa Milan juara Serie A musim 1995-1996; Gennaro Gattuso dari Salernitana dan Oliver Bierhoff dari Udinese yang berhasil membawa Milan juara Serie A musim 1998-1999, Andriy Shevchenko dari Dynamo Kiev juga berhasil menciptakan 26 gol dan menjadi top skor Serie A, namun keberadaan mereka belum berhasil menciptakan The Dream Team baru.



Periode 2002-2007, Milan kembali berbenah.

Pelatih baru direkrut untuk mengolah strategi tim, yaitu Carlo Ancelotti, mantan pemain Milan era The Dream Team I.

Pemain-pemain baru berkualitas didatangkan: Rui Costa dari Fiorentina, Clarence Seedorf dan Andrea Pirlo dari Inter Milan, Alessandro Nesta dari Lazio, Filippo Inzaghi dari Juventus, Serginho dari Cruzeiro Brazil, Fernando Redondo dari Real Madrid, Rivaldo dari Barcelona, Ricardo Kaka dari Sao Paolo Brazil, Hernan Crespo dari Chelsea.



Musim 2002-2003, Milan berhasil menjuarai Coppa Italia dan Liga Champions.

Musim 2003-2004, Milan meraih gelar Piala Super Eropa dengan mengalahkan FC Porto 1-0, dan menjuarai Serie A.

Musim 2006-2007, Milan menjuarai Liga Champions setelah menghempaskan para wakil Inggris, Manchester United di Semifinal dengan 5-3 agregat dan Liverpool di partai final dengan 2-1, sekaligus sebagai partai balas dendam atas kekalahan menyakitkan di final Liga Champions 2005.



Periode ini bisa dibilang sebagai periode “The Dream Team III”, dilihat dari materi pemain, keindahan permainan di lapangan hijau serta pencapaian prestasi yang dibarengi dengan sejumlah gelar dan trophy bergengsi. (Walaupun banyak juga yang mengatakan bahwa Milan periode ini belum cukup untuk disebut “The Dream Team”.)











THE DREAM TEAM IV



Kini, Milan kembali ingin membangun The Dream Team baru. Bermaterikan pemain-pemain muda dipadukan dengan pemain-pemain berkualitas dan berpengalaman. Dimulai dengan merekrut Massimiliano Allegri sebagai pelatih; sejumlah pemain berkualitas yang didatangkan atau diorbitkan antara lain: Thiago Silva, Ignazio Abate, Mark Van Bommel, Kevin Prince Boateng, Alexander Merkel, Alexandre Pato, Robinho, Zlatan Ibrahimovic, Antonio Cassano, dll.



Julukan lain dari setiap era The Dream Team :



THE DREAM TEAM I : Gli Immortali / The Immortals : Yang Abadi

THE DREAM TEAM II : Gli Invincibli / The Invincibles : Yang Tak Terkalahkan

THE DREAM TEAM III : I Meravigliosi / The Amazings : Yang Mengagumkan

THE DREAM TEAM IV : ..............................................................